1. Sebagian ulama berpendapat bahwa nikah tanpa KUA hukumnya boleh dan sah secara mutlak, karena pencatatan bukanlah termasuk syarat nikah dan tidak ada pada zaman Nabi dan sahabat.2. Sebagian ulama berpendapat bahwa nikah tanpa KUA hukumnya haram dan tidak boleh pada zaman sekarang, karena itu termasuk nikah sirri yang terlarang dan melanggar peraturan pemerintah.3. Sebagian ulama berpendapat bahwa nikah tanpa KUA hukumnya sah karena semua syarat nikah telah terpenuhi; hanya, dia berdosa karena melanggar peraturan pemerintah yang bukan maksiat
Setelah menimbang ketiga pendapat tersebut di atas, penulis lebih cenderung kepada pendapat ketiga yang mengatakan bahwa pernikahan tanpa KUA hukumnya adalah sah sebab pencatatan akad nikah bukanlah syarat sah pernikahan sebagaimana telah berlalu. Hanya, bila memang suatu pemerintah telah membuat suatu undang-undang keharusan pencatatan akad nikah maka wajib bagi kita untuk menaatinya dan tidak melanggarnya karena hal itu bukanlah undang-undang yang maksiat atau bertentangan dengan syari'at bahkan undang-undang tersebut dibuat untuk kemaslahatan yang banyak. Apalagi, hal itu bukanlah suatu hak yang sulit, bahkan betapa banyak penyeselan terjadi akibat pernikahan yang tidak tercatat di bagian resmi pemerintah
Berikut ini sebuah fatwa tentang masalah ini dari anggota komisi fatwa Arab Saudi yang diketuai oleh asy-Syaikh Abdul I Aziz ibn Baz dan beranggotakan : asy-Syaikh Abdurrazaq Alifi, Abdul Ilah al-Ghudayyan, dan Abdullah ibn Qu'ud :
Soal : Dalam undang-undang negara, seorang muslim dan muslimah yang ingin menikah dituntut datang ke kantor pencatatan akad nikah, sehingga keduanya datang ke kantor bersama para saksi dan melangsungkan akad nikah di sana. Apakah ini merupakan nikah yang syar'i? Bila jawabannnya adalah tidak, maka apakah muslim dan muslimah harus mendaftar dan mencatat sebelum akad nikah sesuai dengan undang-undang? Perlu diketahui bahwa pencatatan ini berfaedah bagi suami istri ketika terjadi sengketa?
Jawab : Apabila telah terjadi akad ijab qibul dengan terpenuhinya semua syarat nikah dan tidak ada semua penghalangnya maka pernikahan hukumnya sah. Dan apabila secara undang-undang pencatatan aad nikah membawa maslahat bagi kedua mempelai baik di masa sekarang maupun di masa depan maka hal itu wajib dipatuhi.
Soal : Dalam undang-undang negara, seorang muslim dan muslimah yang ingin menikah dituntut datang ke kantor pencatatan akad nikah, sehingga keduanya datang ke kantor bersama para saksi dan melangsungkan akad nikah di sana. Apakah ini merupakan nikah yang syar'i? Bila jawabannnya adalah tidak, maka apakah muslim dan muslimah harus mendaftar dan mencatat sebelum akad nikah sesuai dengan undang-undang? Perlu diketahui bahwa pencatatan ini berfaedah bagi suami istri ketika terjadi sengketa?
Jawab : Apabila telah terjadi akad ijab qibul dengan terpenuhinya semua syarat nikah dan tidak ada semua penghalangnya maka pernikahan hukumnya sah. Dan apabila secara undang-undang pencatatan aad nikah membawa maslahat bagi kedua mempelai baik di masa sekarang maupun di masa depan maka hal itu wajib dipatuhi.
Inilah pula yang difatwakan oleh MUI, mereka menyatakan dalam fatwa mereka No 10 tahun 2008 :
Pertama : Ketentuan Umum
Nikah di bawah tangan yang dimaksud fatwa ini adalah "Pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam figh, (hukum islam) namun tanpa pencatatan rsmi di instansi berwenang sebagimana diatur dalam peraturan perundang-undangan."
Kedua : Ketentuan Hukum
Pertama : Ketentuan Umum
Nikah di bawah tangan yang dimaksud fatwa ini adalah "Pernikahan yang terpenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam figh, (hukum islam) namun tanpa pencatatan rsmi di instansi berwenang sebagimana diatur dalam peraturan perundang-undangan."
Kedua : Ketentuan Hukum
Kesimpulan1. Pernikahan di bawah tangan hukumnya sah karena telah terpenuhi syarat dann rukun nikah, tetapi haram jika terdapat mudharrat.2. Pernikahan harus dicatatkan secara resmi pada isntansi berwenang, sebagai langkah preventif untuk menolak dampak negative/madharrat (saddan lidz-dzarri'ah)."
Dari keterangan di atas, dapat kita sebuah kesimpulan sebagai berikut :
- 1. Nikah tanpa pencatatan secara resmi oleh pegawai pemerintah hukukmnya sah selagi semua persyaratan nikkah telah terpenuhi.
- 2. Pencatatan nikah memang tidak ada pada zaman nabi dan para sahabat; hal ini termasuk politik syar'i yang tidak bertentangan dengan agama, bahkan memiliki banyak manfaat.
- 3. Wajib bagi setiap muslim untuk menaati undang-undang tersebut dan tidak melanggarnya karena hal ini termasuk salah satu bentuk ketaatan kepada pemimpin.
Dikutip dari, Abu Ubaidah Yususf bin Mukhtar as Sidawi, Fiqih Kontemporer, Gresik, Yayasan Al-Furqon Al Islami, 2014, hlm. 218
Posting Komentar