Anwar Saadi
(Kasubdit Kepenghuluan Direktorat Urais dan Binsyar
Ditjen Bimas Islam)

Ayat tersebut memberikan
penegasan bahwa tujuan perkawinan adalah agar diperoleh kebahagiaan baik lahir
maupun bathin. Kalimat “litaskunuu ilaiha” dalam ayat tersebut sering
ditafsirkan dengan “litamilu ilaiha wath maannu biha"“ agar
suami mendapatkan kedamaian dan ketenteraman bersama isterinya dan sebaliknya
isteri merasa damai dan nyaman bersama suaminya.
Nabi Saw membuat kriteria yang
sangat lugas tentang faktor-faktor yang dapat dipertimbangkan dalam memilih
jodoh. Pertama, faktor kebaikan fisik dengan ukuran kecantikan bagi wanita dan
ketampanan bagi pria. Kedua, faktor kemapanan material. Hal ini menjadi pertimbangan
pasangan dalam memilih jodoh dengan harapan adanya modal finansial yang dapat
digunakan untuk membangun kehidupan keluarga. Ketiga, faktor keturunan. Faktor
ini sangat penting karena dianggap dapat mempengaruhi kebaikan masa depan
keluarga dari segi nasab dan keturunan. Keempat, faktor agama sebagai
faktor yang sangat menentukan arah tujuan sebuah perkawinan. Agama lah
yang bisa mengarahkan kedua pasangan untuk menerima segala kemungkinan yang
terjadi dalam perkawinan..
Agama memberikan guidance bagaimana
seseorang mensyukuri setiap karunia yang diberikan Tuhan atas keluarganya dan
bersabar menyikapi segala ujian dan cobaan perkawinan. Tingkat kemapanan dalam
beragama diharapkan dapat memberikan dampak positif pasangan nikah dalam
memanage aneka persoalan keluarga yang muncul. Rasulullah Saw menggunakan kata
"fazhfar bidzaatiddiin" dengan pengertian memberikan prioritas bagi
kemapanan agama dibandingkan dengan 3 (tiga) faktor lainnya dalam memilih
pasangan nikah
Pintu gerbang pertama untuk
memasuki dunia baru yang bernama "keluarga" diawali dengan sebuah
ikrar suci yakni Ijab qabul dalam akad nikah. Ijab qabul merupakan top of
condition atau puncak dari syarat dan pilar pernikahan. Ijab adalah pelimpahan
wewenang dan tanggung jawab orang tua atau wali nikah terhadap anak
perempuannya dalam hal pengasuhan, perlindungan, pemenuhan segala kebutuhan
hidup lahir dan bathin selanjutnya diserahkan kepada laki-laki yang menjadi
suami dari anak perempuannya. Ijab di tanda I dengan sighat atau ucapan:
"saya nikahkan dan saya kawinkan anak perempuan saya kepada engkau dengan
mahar sekian tunai". Laki-laki calon suami menjawab Ijab tersebut dengan
sighat atau ucapan qabul: "saya terima nikahnya dan kawinnya anak
perempuan bapak dengan maskawin tersebut tunai".
Ucapan Ijab dan Qabul sangat
ringan diucapkan oleh kedua pihak yang melakukan kesepakatan yang bermakna
perjanjian. Karena Ijab qabul merupakan "aqdun" atau
"ahdun" yang bermakna perjanjian. Meskipun ringan diucapkan akan
tetapi memiliki makna tanggung jawab yang berat. Al-quran menempatkan
posisi Ijab Qabul pada level perjanjian suci yang berat dengan kalimat
"mitsaqan ghaliizha". Ijab Qabul melahirkan amanah dan tanggung jawab
suami dan isteri. Suami
memiliki tugas melanjutkan tugas
orang tua mempelai perempuan; menafkahi isteri lahir batin, membimbing dan
melindungi serta memberikan kasih sayang dan perhatian. Isteri memiliki tugas
dan tanggung jawab memberikan kasih dan sayang kepada suami, mendampingi suami
disaat suka dan duka, menjadi ibu yang baik dari anak-anak yang lahir dari
mereka berdua serta selalu menjaga sikap berbakti kepada suami.
Begitu sucinya peristiwa Ijab
Qabul dalam suatu pernikahan banyak riwayat yang menceritakan bahwa
malaikat turut menyaksikan Ijab dan Qabul". Bukan hanya Malaikat,
Allah pun turut serta menyaksikan Ijab suci itu. Dalam hadits qudsi Allah
berfirman: "Aku adalah yang ketiga diantara dua orang yang bersyarikah
(berijab qabul) selama keduanya tidak saling mengkhianati. Jika salah seorang
saja berkhianat, maka Aku akan keluar dari mereka berdua"
Hadits qudsi tersebut merupakan
garansi dan jaminan Allah kepada pelaku perjanjian suci yakni suami dan isteri
untuk selalu berada dalam kebahagiaan sepanjang kedua pihak tersebut selalu
menjaga amanah dan menjaga hak-hak keduanya. Sebaliknya Allah memberikan
warning tentang adanya konsekuensi yang harus ditanggung bagi pihak-pihak yang
menodai perjanjian suci tersebut.
Penting sekali bagi semua orang
yang melakukan perjanjian suci untuk selalu menjaga komitmen memelihara nilai-nilai
sakral yang ada didalamnya. Agar perjalanan kehidupan rumah tangga keduanya
selalu di dalam naungan rahmat dan berkah Allah. Inilah makna hidayah Allah
dalam sebuah perkawinan. Allah menurunkan syariat perkawinan dengan segala
piranti teknis berbentuk panduan untuk merencanakan, memulai, melaksanakan dan
memelihara kebahagiaan. Allah sendiri yang memberikan jaminan kebahagiaan itu
apabila para pihak yang membangun komitmen bersama tersebut selalu amanah dan
memelihara hak-hak kedua pasangan serta menegakkan hak-hak Allah dengan selalu
menegakkan ibadah kepadaNya.
Posting Komentar